Ramaikan bursa aplikasi ojek online, Blu-Jek menolak disebut plagiat
By Oleh Ervina Anggraini September 21, 2015
- Blu-Jek masuki layanan pesan ojek berbasis aplikasi
- Targetnya 98% mitra berasal dari ojek pangkalan
TREN moda transportasi yang pemesanannya berbasis aplikasi kian mara. Setelah Go-Jek dan Grab Bike, kini muncul Blu-Jek di bawah naungan PT Blu-Jek Indonesia. Secara resmi Blu-Jek di perkenalkan kepada masyarakat pada 17 September 2015, di Jakarta.
Sepintas skema dan strategi bisnis startup yang digawangi oleh Michael Manuhutu dan Garrett Kartono ini tidak ada yang berbeda dengn pendahulunya. Bila kedua pendahulunya, dikenali dengan ciri khas warna hijau, maka Blu Jek menggunakan seragam yang didominasi warna biru tua dan putih. Sementara misi sosial yang diusung Blu-Jek, tak jauh beda dengan ojek online lainnya, yakni meningkatkan taraf hidup pengojek pangkalan (opang). Blu-Jek membuka lebih banyak pekerjaan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Menurut Garrett sebelum beroperasi, secara resmi sejak akhir 2014 Blu-Jek telah mematangkan konsep dan melakukan riset. Garrett menyebut, dalam enam bulan terakhir timnya secara intens mendatangi tukang ojek konvensional langsung ke pangkalan mereka untuk diajak bergabung. Secara rutin, pihaknya melakukan sosialisasi tentang manfaat penggunaan aplikasi pemesanan ojek online.
Ketika pengojek pangkalan tertarik, Blu-Jek memberikan berbagai macam pelatihan selama tiga bulan dan salah satu materinya adalah cara menggunakan ponsel untuk menerima dan melacak order. “Kami menargetkan sekitar 98 persen pendaftar berasal dari ojek pangkalan, sementara sisanya dari teman atau kerabat mereka sendiri,” kata co- founder PT Blu-Jek Indonesia Garrett Kartono kepada DNA di Jakarta, 17 September.
Menurutnya selama enam bulan pula, Blue-jek telah merangkul sekitar 5.000 pengojek. Untuk pekan pertama, akan disiapkan sebanyak 1.000 pengojek. Nantinya, setiap pekan akan ada tambahan 1.000 pengojek hingga kurun waktu empat minggu ke depan khusus untuk wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Bukan Plagiat
Michael Manuhutu mengatakan pihaknya memang bukan pemain pertama yang ada di pasaran. Namun dirinya menampik jika disebut sebagai plagiat bagi startup serupa yang sudah lebih dahulu ada. “Kami memang bukan yang pertama, tetapi kedua yang asli dari Indonesia,” ucapnya. Go-jek adalah milik perusahaan Indonesia sementara Grab Bike dimiliki perusahaan Malaysia.
Michael melihat bahwa ojek telah menjadi mode transportasi yang sangat populer untuk jarak dekat dan menengah. Ditambah lagi, situasi lalu lintas Jakarta serta tingkat kesibukan yang tinggi yang membuat masyarakat membutuhkan akses pelayanan yang memudahkan mobilitas mereka. Ojek menjadi pilihan tepat dan saat ini menjadi salah satu moda transportasi favorit.
Berapakah modal yang dikeluarkan untuk melahirkan Blu Jek? Michael tak menyebut angka pasti. Dia hanya mengatakan investasi yang digelontorkan mencapai nilai miliaran. Blu Jek membuka diri bagi investor yang ingin bergabung Blu Jek. “Goal kami adalah ingin memperkenalkan produk ini ke mancanegara, sebagai langkah awal kami akan memperkenalkan aplikasi ini ke beberapa negara di Asia, seperti Thailand dan Filipina.”
Untuk sistem pembayarannya, Blu-Jek menggandeng Bank Mandiri. Pembayaran bisa dilakukan secara otomatis dengan mandiri e-cash. Sementara nomer ponsel yang digunakan para rider—sebutan bagi pengojek, Blu Jek bekerjasama dengan Telkomsel dan ZTE untuk ponsel yang digunakan. Sama seperti aplikasi ride sharing lainnya, pengguna Blu Jek bisa menggunakan aplikasi dari smartphone berbasis Android.
Cukup memilih lokasi penjemputan dan lokasi yang dituju, maka aplikasi Blu Jek akan menghitung jarak dan harga yang mesti dibayarkan pengguna. Ada dua pilihan dengan membayar tunai atau melalui Mandiri e-cash. Tak hanya melayanani transportasi, Blu-Jek juga menawarkan jasa pengantaran dokumen, bantuan belanja dengan nilai maksimal pembelian Rp 1 juta, serta jasa pengantaran makanan.
Bisnis patungan dengan teman lama
Keputusan untuk melahirkan bisnis berbasis ride sharing ini disebut Michael telah melalui berbagai pertimbangan. Salah satunya karena pangsa pasar yang besar. Melalui riset internal diketahui jumlah pemesanan ojek online pada siang hari bisa mencapai 20 juta, dan 13 jutdi malam hari. Peluang ini membuat kedua teman lama ini optimis bakal bisa bersaing dengan dua pemain pendahulu, yakni Gojek dan Grab Bike.
Michael dan Garrett (gambar) berteman sejak mereka duduk di bangku SMA Don Bosco Jakarta sekitar 15 tahun silam. Michael adalah lulusan bisnis administrasi, sementara Garrett lebih banyak menggeluti dunia marketing dan pemasaran. Pengalaman Michael di bidang teknologi membuat Garret yang sebelumnya fokus pada industri manufactur yakin untuk sharing modal membiayai Blu-Jek.
“Modal kami memang masih dari kantong pribadi,” ucap Michael tanpa menyebut angka.
Soal kemungkinan menggaet investor, keduanya tidak menutup kemungkinan untuk hal itu meskipun untuk saat ini hal itu bukan menjadi fokus utama.
“Kalau soal suntikan dari investor mudah-mudahan ya nanti ke depannya kalau sudah berjalan, semoga kami bisa mendapat pendanaan dari investor lokal,” ungkapnya.
Mengapa memilih investor lokal?
“Rencana ke depan kalau sudah berjalan kami ingin ekspansi dan memperkenalkan produk Indonesia, minimal ke Asia. Dengan menggandeng investor lokal maka kami dilihat sebagai pure lokal,” ungkapnya.
Artikel Terkait:
Jakarta bentuk Satgas khusus untuk awasi Uber … dan GrabCar
Easy Taxi in further retreat from Asia? (Updated)
Singapore’s LTA moves to regulate taxi-booking apps
Untuk mengakses lebih banyak berita-berita teknologi serta informasi terkini, silahkan ikuti kami di Twitter, LinkedIn or sukai laman kami di Facebook.