Tahun 2020, transaksi e-commerce Indonesia mencapai US$130 miliar
By Oleh Masyitha Baziad October 7, 2015
- Transaksi e-commerce Indonesia akan berkontribusi 8% pada PDB
- Masyarakat Indonesia masih bergantung pada transaksi tunai
RUPANYA Indonesia tak ingin ketinggalan dengan negara lain dalam memanfaatkan teknologi untuk kepentingan perekonomian negara yang jauh lebih besar. Keberadaan ekonomi digital yang kini bergaung kencang telah menjadi visi pemerintah di tengah kelesuan ekonomi konvensional yang mengandalkan perdagangan komoditas di tanah air.
“Di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi saat ini, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh dengan dorongan teknologi digital,” kata Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara saat membuka acara Indosat IDByte 2015 di Jakarta, 2 Oktober.
Tanpa menjelaskan secara detil seberapa besar teknologi dan ekosistem digital dapat mendongkrak ekonomi negara, Rudiantara menegaskan komitmen pemerintah untuk mendorong kontribusi ekonomi di sektor ini pada negara.
“Ekosistem ekonomi digital di Indonesia perlu didorong agar terasa manfaatnya pada seluruh masyarakat, salah satunya melalui dukungan pada industri e-commerce, yang saat ini peta jalan atau roadmap-nya masih disiapkan,” ungkapnya.
Komitmen dukungan untuk memacu industri e-commerce akan hadir dalam bentuk supportive regulatory framework, Rudiantara berjanji tidak akan menghalangi, atau menghambat izin bagi yang mau menjadi pemain e-commerce di Indonesia.
“Untuk menjadi pemain e-commerce di Indonesia, tidak sulit, tidak perlu persetujuan atau perijinan yang berbelit. Cukup dengan mendaftarkan diri menjadi perusahaan startup, dan mendapatkan akreditasi,” katanya.
Akreditasi yang dimaksud Rudiantara adalah adanya pengakuan resmi bahwa sebuah pemain e-commerce sudah memenuhi syarat dan terpercaya untuk beroperasi di Indonesia. Akreditasi ini tidak ditangani pemerintah, namun dikeluarkan oleh Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA).
“Pemerintah tidak bisa melakukan akreditasi, karena pemain di sektor teknologi dan digital lebih mengetahui mengenai industrinya dibandingkan pemerintah.
“Karena itu, untuk memudahkan dan agar lebih relevan, proses akreditasi pemain e-commerce akan ditangani oleh idEA sebagai asosiasi yang jauh lebih paham mengenai detil teknis dan kemampuan utama yang dibutuhkan,” katanya.
Adanya kombinasi antara peta jalan e-commerce yang sedang digodok, dengan pematangan infrastruktur broadband dan supportive regulatory framework yang diusung pemerintah, maka Indonesia siap meraup angka tiga digit dalam transaksi e-commerce dalam lima tahun mendatang.
“Jika peta jalan mampu diimplementasikan dengan baik dan lancar, maka di tahun 2020, transaksi e-commerce Indonesia siap mencatat angka sebesar US$130 miliar atau sekitar Rp1.881 triliun. Angka ini nantinya akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen,” klaim Rudiantara.
Saat ini, menurut laporan Redwing Asia, ekonomi Internet Indonesia baru berkontribusi sebesar 1,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) negara, namun berpotensi untuk menjadi pasar e-commerce bernilai US$657 miliar atau sekitar Rp9.508 triliun pada tahun 2030, dengan pertumbuhan rata-rata 25 persen dalam 17 tahun mendatang.
“Itu adalah pasar yang sangat potensial dan bernilai untuk investasi,” tulis Redwing Asia dalam laporannya.
Mendorong pertumbuhan transaksi e-commerce di Indonesia merupakan salah satu langkah utama untuk mencapai ekonomi digital yang lebih besar, apalagi momentum pertumbuhan e-commerce di Indonesia saat ini sedang merekah.
“E-commerce di Indonesia saat ini sedang dalam momentum yang baik, dimana banyak investor dan pemain besar industri yang tertarik untuk masuk dan menjadi pemain,” kata Ketua idEA Daniel Tumiwa (gambar) saat ditemui Digital News Asia (DNA) usai menghadiri forum diskusi Powering Indonesia’s Digital Economy yang diselenggarakan oleh firma riset TRPC di Jakarta pada 8 September.
“Meski menjadi salah satu pasar terbesar e-commerce di Asia Tenggara, potensinya belum tergarap dengan baik jika dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Tiongkok,” tambahnya.
Menurut Daniel,Indonesia dapat meniru Tiongkok yang kini menjadi raksasa e-commerce dunia dengan transaksi mencapai lebih dari US$400 miliar atau setara Rp5.792 triliun.
“Saat ini tantangan terbesar masih pada kecilnya penetrasi internet, lambannya kecepatan koneksi internet, regulasi yang masih membatasi, dan pembayaran yang masih bergantung pada uang tunai,” ujar Daniel.
Menurutnya Indonesia pun saat ini masih terlihat sebagai pasar yang masih ‘semrawut’, namun penuh dengan inovasi. Jika inovasi ini diberikan bahan bakar yang tepat, maka Indonesia bisa menjadi raksasa e-commerce dunia selanjutnya.
Transaksi daring masih jadi tantangan
Keberhasilan sebuah negara dalam memanfaatkan teknologi untuk perkembangan perekonominya tidak terlepas dari keberadaan infrastruktur yang mumpuni, preferensi kultural, serta kepercayaan pada sistem pembayaran daring (dalam jaringan/ online).
Sebuah laporan dari The Institute for Business in The Global Context dan The Fletcher School of Tufts University berjudul Digital Planet: Readying for the Rise of the e-Consumer mengungkapkan bahwa untuk mencapai status ekonomi digital, negara bergantung pada seberapa besar kemauan masyarakatnya untuk melakukan transaksi finansial secara daring.
Indonesia, menurut laporan tersebut, masih menghadapi tantangan karena masyarakatnya masih bergantung pada uang tunai dalam bertransaksi.
Para pemain e-commerce di Indonesia pun mau tidak mau harus memikirkan cara yang tepat untuk mengalihkan kebiasaan konsumen dalam melakukan transisi dari pembayaran tunai ke pembayaran secara daring.
Hasil studi lain dari Redwing Asia menemukan bahwa estimasi penjualan ritel di Indonesia adalah sebesar US$134 miliar atau sekitar Rp1.942 triliun, namun sayangnya hanya 0.7 persen saja dari angka tersebut yang terfasilitasi secara daring.
Redwing Asia memberi catatan bahwa maksud ‘terfasilitasi’ secara daring ini tidak serta merta murni melalui transaksi pembayaran secara daring, namun melalui transfer ATM, transfer antar bank, dan melalui kartu debit atau kredit.
Rudiantara tak melewatkan isu ini. Ia mengatakan untuk mencapai ekonomi digital dengan nilai yang besar, Indonesia memang harus memiliki National Payment Gateway atau sistem pembayaran nasional.
“Sistem pembayaran ini akan masuk dalam peta jalan e-commerce yang sedang disusun dan didiskusikan bersama Bank Indonesia. Jelas, kita sangat membutuhkan sistem pembayaran nasional ini,” ujar Rudiantara.
Diskusi untuk menghadirkan sebuah sistem pembayaran nasional diharapkan dapat mempermudah dan mempersingkat transaksi e-commerce, sehingga masyarakat tidak perlu lagi menggunakan mesin ATM (anjungan tunai mandiri) dan melakukan verifikasi dulu sebelum transaksi bisa diproses.
“Terintegrasi, itu kunci dari sistem pembayaran yang terinspirasi dari Tiongkok. Keuntungannya pemerintah nantinya akan memiliki data yang valid mengenai nilai dan transaksi e-commerce yang ada,” tambah Rudiantara (gambar).
Harapan pemerintah, dengan dimatangkannya wacana National Payment Gateway, maka sistem pembayaran akan memiliki payung resmi dan menjadi terpercaya.
“Salah satu isu yang membuat pembayaran secara daring belum bertumbuh dengan pesat karena ada ketidakpercayaan masyarakat akan transaksi keuangan melalui daring, ini harus diatasi,” katanya.
Peta jalan e-commerce yang sebelumnya direncanakan rampung pada Agustus, tertunda dan diperkirakan selesai pada akhir September.
Namun nyatanya, hingga berita ini dipublikasikan, peta jalan tersebut belum juga rampung. Pemerintah juga akan segera mengeluarkan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) begitu peta jalan e-commerce selesai disusun dan didiskusikan dengan 8 kementerian dan lembaga terkait.
Artikel Terkait:
Dorong pertumbuhan pengguna internet, Indonesia percepat dukungan infrastruktur
Indonesia aims to beat Malaysia in Internet access by 2019
Baidu rangkul startup lokal untuk perbesar pasar e-commerce
Blibli.com to bring Indonesia’s SMEs into the digital age
Untuk mengakses lebih banyak berita-berita teknologi serta informasi terkini, silahkan ikuti kami di Twitter, LinkedIn or sukai laman kami di Facebook.