Garuda lakukan transformasi digital secara total
By Masyitha Baziad January 15, 2016
- Gunakan teknologi cloud, Garuda ingin jadi penerbangan berbasis IT
- Akan berlakukan sistem penjualan langsung melalui platform e-commerce
To read this story in English, click here.
TAHUN 2015 adalah masa sulit bagi penerbangan di Indonesia, termasuk Garuda Indonesia sebagai penerbangan terbesar di dalam negeri. Banyak peristiwa yang tidak bisa dihindari yang membuat penerbangan mengalami situasi yang sangat sulit.
Selain kondisi ekonomi dalam negeri yang masih belum stabil, sejumlah peristiwa seperti kejadian kebakaran di terminal 2 bandara internasional Sukarno- Hatta yang merupakan terminal bagi penerbangan Garuda Indonesia, gunung meletus di sejumlah tempat dan asap akibat kebakaran hutan telah menyebabkan banyak penerbangan Garuda terpaksa harus ditunda bahkan dibatalkan.
Meski dalam situasi sulit Garuda masih bisa membukukan kenaikan pendapatan sebesar 0,5% pada sembilan bulan pertama.
Hal itu bukan tanpa alasan. Garuda telah menetapkan strategi kerja yang disebut dengan ‘Quick Wins’ dengan melakukan berbagai pembenahan dan peningkatan layanan termasuk di dalamnya memperluas jaringan penerbangan, efisiensi armada dan restrukturisasi.
Dalam keterangan resminya presiden direktur Garuda Indonesia M. Arif Wibowo mengatakan bawa strategi tersebut sangat membantu Garuda menghadapi situasi sulit yang terjadi sepanjang tahun 2015.
Selain itu, turunnya harga minyak dunia juga turut andil dalam membantu operasional penerbangan nasional tersebut.
Hingga September 2015, Garuda mengalami kerugian sebesar US$220,1 juta dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, sementara keuntungan yang didapat hanya sebesar US$51,4 juta.
Ke depan, Garuda akan terus menerapkan strategi efisiensi biaya dengan dukungan teknologi informasi (IT), khususnya teknologi cloud.
Kepada Digital News Asia (DNA) direktur IT Garuda Indonesia Iwan Joeniarto mengakan Garuda Indonesia bertekad menjadi penerbangan yang berbasis IT, setidaknya dalam waktu lima tahun ke depan.
“Rencana jangka panjang dan masterplan IT kami adalah menjadikan Garuda Indonesia sebagai penerbangan yang full berbasis IT pada 2020,” katanya.
“Ini artinya segala aspek bisnis dan operasional akan berbasis IT guna mendorong pertumbuhan, produktifitas dan effisiensi perusahaan,” tambahnya.
Menurut Iwan, IT tidak lagi digunakan pada unit tertentu seperti keuangan, manajemen armada dan pemeliharaan, akan tetapi semua sektor dan unit di perusahaan.
“Sejak awal 2015 kami mulai menerapkan sistem kolaborasi kantor barbasis teknologi cloud untuk menggantikan sistem tradisional jaringan email lokal yang selama ini digunakan secara luas oleh karyawan kami.
“Saat ini, lebih dari 90% dari akun karyawan kami telah bermigrasi ke sistem cloud ini, dan kami berharap migrasi akan selesai pada Februari tahun ini,” katanya.
Sistem cloud memungkinkan karyawan untuk mengakses email pekerjaan mereka di mana saja dan kapan saja, serta menyediakan platform untuk melakukan pertemuan virtual.
Iwan mengklaim bahwa di antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Garudalah yang telah mempelopori penggunaan sistem cloud tersebut.
Mulai tahun ini, Garuda juga berencana untuk meningkatkan keterampilan digital dan kompetensi karyawannya dengan mengadakan berbagai pelatihan intensif dan berkesinambungan, tambahnya.
Teknologi cloud lebih aman dan berkualitas
Sebagai bagian dari strategi, melalui penerapan teknologi cloud ini Garuda Indonesia telah mengubah anggaran IT-nya dari model belanja modal (capex) menjadi model pengeluaran operasional (opex).
“Kami tidak memiliki anggaran khusus untuk IT, tapi kami menggunakan anggaran operasional untuk semua perangkat lunak dan sistem IT yang dijalankan oleh penyedia yang berkualitas,” kata Iwan (gambar di atas).
“Memang ada anggaran dimuka – namun, kami percaya sistem ini merupakan pendekatan terbaik untuk mempercepat visi kami menjadi maskapai penerbangan berbasis-IT,” tambahnya.
Garuda telah menunjuk sejumlah perusahaan asing dalam rangka pembenahan perusahaan, di antaranya adalah perusahaan raksasa software asal Jerman SAP SE terkait manajemen perusahaan tersebut; Amadeus untuk menangani sistem pelayanan penumpang; dan Lufthansa yang sebelumnya telah ditunjuk Garuda untuk menangani sistem pengendalian operasional terpadi sejak Garuda terpilih sebagai anggota SkyTeam pada 2014. Skyteam merupakan aliansi dari 20 penerbangan di seluruh dunia.
“Selain efisiensi biaya, digitalisasi juga sesuai dengan standar internasional. Melalui sistem digital pengelolaan dan pemantauan perusahaan menjadi lebih cepat dan akurat,” kata Iwan.
Ke depan, Garuda juga merencana untuk mengelola data penumpangnya guna memberikan pelayanan yang lebih personal.
Dengan memindahkan sistem infrastrukturnya ke teknologi cloud – dengan dukungan TelkomSigma dan Microsoft – kini Garuda tidak perlu lagi melakukan investasi dengan membangun pusat data, kata Iwan.
Selain itu, teknologi ini juga lebih aman karena ada perjanjian antara pihak Garuda dengan penyedia teknologi terkait tingkat keamanan layanan, sehingga kemungkin adanya gangguan keamanan atau kesalahan sistem bisa diatasi, katanya.
Akan tetapi hal ini bukan berarti mengurangi fungsi departemen TI Garuda Indonesia. “Departemen TI terus membuat rencanakan strategi perusahaan, hanya saja untuk implementasi akan ditangani oleh penyedia layanan ini,” katanya.
Satu portal untuk semua
Selain melakukan pembenahan sistem ke dalam, Garuda juga melakukan perbaikan keluar salah satunya melalui e-commerce. Saat ini Garuda fokus untuk membangun situs e-commerce sendiri yang menyediakan jasa perjalanan satu atap untuk penumpangnya.
Untuk tahun ini fokusnya adalah meningkatkan sistem reservasi dan pemesanan online, baik di website maupun aplikasi melalui telepon pintar.
Dalam situs e-commercenya, Garuda juga akan menambahkan fitur seperti pemesanan hotel dan transportasi, pelayanan makanan di pesawat, serta integrasi layanan dengan penerbangan Citilink yang merupakan anak perusahaan Garuda.
“Kami ingin masyarakat bisa merencanakan dan mengelola rencana perjalanan mereka sendiri tanpa harus melalui agen perjalanan,” kata Iwan.
“Sistem pemesanan online memberikan alternatif penerbangan misalnya dengan merekomendasikan penerbangan low-budget dari Citilink, jika pelanggan merasa harga Garuda Indonesia terlalu mahal. Semua itu terdapat dalam satu platform,” tambahnya.
Langkah ini sejalan dengan strategi perusahaan terkait efisiensi biaya untuk lima tahun ke depan, selain itu juga untuk mengurangi biaya komisi yang harus diberikan untuk agen perjalanan.
“Saat ini semua serba online dan kami tidak ingin ketinggalan. Kami ingin maju dan memberikan penumpang kami pengalaman digital terbaik, “kata Iwan. Ia menambahkan bahwa segala perbaikan yang dilakukan Garuda baru bisa terlihat pada kuartal kedua 2016.
Menurut laporan keuangan Garuda Indonesia, sampai saat ini pendapatan dari e-commerce dan sistem penjualan langsung naik sebesar 22% dan menyumbang 20% dari total pendapatan perusahaan.
Maskapai ini juga akan meningkatkan sistem boarding pass online guna mengurangi antrian panjang di counter check-in. Rencana ini akan dilaksanakan setelah pembangunan terminal 3 Ultimate di Bandara Internasional Soekarno Hatta yang akan selesai pada bulan Mei tahun ini.
“Ke depan, tidak ada pilihan lagi, semua harus serba digital kalau kita ingin berkompetisi dengan yang lain,” kata Iwan.
“Layanan satu atap adalah salah satu strategi andalan kami untuk memenangkan kompetisi,” tambahnya.
Garuda Indonesia dan Citilink, saat ini memiliki pangsa pasar sebesar 44% di dalam industri penerbangan Indonesia. Dengan armada sebanyak 181 pesawat, dengan usia rata-rata 4,7 tahun, kedua penerbangan telah membawa sedikitnya 24,5 juta penumpang pada periode Januari hingga September 2015.
Artikel Terkait:
What’s Next: AirAsia is an Internet company … no, really!
Malaysia Airlines: When any good news will do
Potensi besar, Lintasarta luncurkan layanan kesehatan digital
Untuk mengakses lebih banyak berita-berita teknologi serta informasi terkini, silahkan ikuti kami di Twitter, LinkedIn or sukai laman kami di Facebook.