Potensi besar, Lintasarta luncurkan layanan kesehatan digital
By Oleh Masyitha Baziad October 12, 2015
- Market size industri kesehatan di Indonesia tahun 2014 mencapai Rp340 triliun
- Lewat Owlexa, Lintasarta targetkan 100.000 pelanggan pada tahun pertama
PT Aplikanusa Lintasarta (Lintasarta), yang merupakan anak usaha PT Indosat Tbk meluncurkan layanan kesehatan digital atau e-health dengan merek Owlexa Healthcare dengan tagline ‘Empowering Your Healthcare’ pada 22 September 2015.
Owlexa hadir untuk menjawab kebutuhan asuransi maupun korporat dalam meningkatkan pelayanan kesehatan pesertanya.
Bagi perusahaan yang bergerak di bisnis penyedia layanan Komunikasi Data, Internet, IT Services ini, layanan kesehatan itu merupakan wujud komitmen mereka untuk memberi solusi terbaik bagi industri kesehatan.
Bisa jadi, ini karena Lintasarta melihat kenyataan bahwa industri kesehatan adalah pasar yang besar dan potensial untuk meraup keuntungan.
Pada 2014 saja, market size yang berhasil dicapai sebesar Rp340 triliun. Sebuah angka yang fantastik. Apalagi di industri ini, banyak pelaku bisnis yang terlibat. Seperti rumah sakit, farmasi, laboratorium dan sebagainya. Pasar yang besar ini, tentu saja membutuhkan kecanggihan teknologi informasi untuk memberikan kemudahan dan layanan yang cepat bagi konsumennya.
Dalam hal ini, Lintasarta bukanlah pemain pertama. Sebelumnya, TelkomMetra, yang merupakan anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) juga melirik bisnis ini. Langkah pertama yang dilakukan TelkomMetra adalah mengakuisisi 75 persen saham PT Administrasi Medika (AdMedika) senilai Rp128,25 miliar (sekitar US$9,2 juta) pada Februari 2010.
Berbeda dengan Telkom yang melakukan akuisisi, Lintasarta justru membuat unit bisnis baru untuk menjalankan Owlexa Healthcare. Seluruh pendanaan berasal dari intasarta, sebagai induknya.
Berapa modal yang dikucurkan Lintasarta? Sayang, Manajer Umum Strategi dan Pembangunan Bisnis Lintasarta, Teddy Sis Herdianto, tak menyebut angka rilnya. Dia hanya menjawab, modal kerja untuk mengembangkan bisnis kesehatan digital itu tidaklah besar.
“Kami masih rangkul dulu, end-game. Nantinya, kami akan memisahkan unit bisnis e-health ini agar bisa berdiri sendiri,” katanya kepada Digital News Asia 22 September.
Saat ini yang dilakukan Lintasarta mengikuti proses inkubasi hingga bisnis mereka berjalan dan memiliki jumlah pelanggan yang dianggap cukup untuk menjadi entitas mandiri.
Lintasarta pun optimis, meski terlambat lima tahun, unit bisnis e-health miliknya mampu bersaing di pasar kesehatan digital mengingat potensi marketnya yang besar, sementara jumlah penduduk yang memiliki asuransi masih kecil rasionya dibandingankan dengan total penduduk Indonesia.
“Pemain yang sangat terbatas menjadi peluang bagi kami untuk memberikan layanan terbaik, dan yang paling penting, memberikan pilihan,” Teddy menambahkan.
Asal tahu saja, bisnis e-health TelkomMetra, AdMedika sudah memiliki 3,2 juta pelanggan dari 67 klien korporasi yang dilayaninya. Melihat hal ini, tentu tak mudah bagi bagi Lintasarta mengalahkan AdMedika. Saat ini, Owlexa yang sudah beroperasi sejak April 2015, baru bisa menargetkan 100.000 pelanggan di tahun pertama.
Meski demikian, presiden direktur Lintasarta, Arya Damar tetap optimis, bahwa Owlexa akan mampu meraup pasar.
“Masih ada ceruk pasar yang besar, karena ratusan juta pelanggan belum tersentuh oleh layanan ini. Owlexa hadir dengan kelebihan pada sistem pembayaran dan pelaporan,” ujar Arya.
Kelebihan Owlexa dengan produk lainnya, menurutnya dilihat dari sejarah Lintasarta yang memiliki portofolio yang kuat serta reputasi baik di sektor financial. Hal inilah yang menjadi salah satu kekuatan layanan Owlexa.
Proses administrasi lebih cepat
Dalam fase awal, layanan Owlexa Healthcare yang diluncurkan adalah third party administrator (TPA).
Yaitu layanan administrasi kesehatan bagi peserta asuransi/ kelompok perusahaan mulai dari mengelola data kepesertaan, melakukan kerjasama ke penyedia pelayanan kesehatan (PPK), verifikasi keabsahan peserta saat pendaftaran pasien, melakukan monitoring pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien, verifikasi klaim sampai dengan pembayaran (tagihan ke PPK, reimbursement ke peserta) serta pelaporan.
“Selama ini kegiatan administrasi layanan kesehatan dilakukan secara manual, yang memakan waktu lama, dari proses pendaftaran hingga pembayaran klaim. Owlexa menawarkan sistem pengelolaan data secara profesional sehingga mempercepat waktu dalam mengurus administrasi,” ujar Manajer Umum Unit Bisnis Strategis e-Health Lintasarta, Yosi Widhayanti.
Saat perusahaan menjadi anggota Owlexa, maka setiap karyawannya akan mendapatkan kartu yang menyimpan informasi mengenai hak dan standar fasilitas kesehatan yang didapatkan karyawan tersebut.
Kartu ini harus dibawa ke rumah sakit atau klinik. Pihak rumah sakit atau klinik akan memeriksa data calon pasien dengan menggunakan mesin electronic data capture (EDC), kartu digesek, informasi pasien serta segala fasilitas standar yang berhak didapatkan pun akan tercetak dengan jelas.
“Selain membantu proses administrasi, Owlexa juga mengawasi layanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit atau klinik. Tugas Owlexa memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan yang sesuai, sehingga dari sisi finansial tujuannya tepat sasaran, tidak kurang dan tidak lebih,” tambah Yosi.
Tidak berhenti sampai disitu saja, Owlexa juga memberikan laporan menyeluruh tentang pelayanan kesehatan yang telah diberikan pada pasien. Laporan ini dapat diakses secara real-time melalui web, maupun aplikasi mobile yang juga diluncurkan bersamaan.
Dari sisi klaim dan penggantian uang, bagi perusahaan yang mengatur fasilitas kesehatan karyawannya secara swadaya, ada dua pilihan yakni menitipkan sejumlah uang di awal lalu pembayaran akan dilakukan oleh Owlexa, atau pembayaran diurus sendiri oleh perusahaan secara langsung setelah laporan biaya dikirimkan ke Owlexa.
Menurut Yosi, hingga saat ini sudah ada 1.100 penyedia layanan kesehatan yang bekerjasama dengan Owlexa. Lintasarta pun berharap selama satu tahun beroperasi, Owlexa bisa mendapatkan 100.000 member.
Bangun ekosistem health information exchange
Peluncuran Owlexa Healthcar diakui masih langkah awal dari adalah salah satu dari sekian banyak langkah yang tengah disiapkan Lintasarta untuk membangun ekosistem health information exchange (HIE) di Indonesia.
“Cita-cita kami ingin membangun dan mengintegrasikan seluruh industri kesehatan melalui sistem informasi yang akan terbentuk dalam kurun waktu lima tahun ke depan,” papar Yosi.
Jika tahap awal untuk mendapatkan 100.000 anggota sudah tercapai, maka di tahun 2016 sederet langkah ekspansi akan ditempuh, seperti menambah kerjasama penyedia layanan jasa menjadi 2.000 dari angka 1.100 yang saat ini telah diraih.
Mengingat banyak masyarakat Indonesia yang mempercayakan perawatan kesehatannya di negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand, Owlexa juga menargetkan akan merangkul penyedia layanan di negara-negara tersebut agar bersedia menerima pasien rujukan dengan kartu Owlexa.
Masih di tahun yang sama, Owlexa juga ingin meluncurkan sebuah produk layanan pengotomatisan administrasi rumah sakit berupa pendaftaran pasien, dan janji temu dengan dokter yang terkoneksi secara daring.
“Saat ini prototipe produk untuk membantu pendaftaran dan temu janji di rumah sakit sedang kami lakukan dengan salah satu rumah sakit besar di Jakarta,” jelas Yosi tanpa membeberkan nama rumah sakit tersebut.
Keinganan Lintasarta untuk menguasai bisnis e-health semakin menggebu. Pada 2017, Lintasarta menargetkan peluncuran solusi TI dalam pengobatan dan tele-medicine, solusi tele-consult, dan menyediakan e-catalogue untuk industri farmasi.
“Jadi nanti semua pabrik obat, distributor, sampai rumah sakit, klinik, dan puskesmas, punya sistem yang terintegrasi,” tambah Yosi.
Semua peta jalan yang direncanakan Lintasarta berujung pada pencanangan e-medical record atau rekam jejak medis yang saat ini masih belum tersedia di Indonesia. “Permasalahan utama di Indonesia adalah sistem rekam jejak pasien di setiap rumah sakit tidak ada yang sama, tidak seragam, jadi pengumpulan datanya sulit.”
Impian Lintasaarta adalah melahirkan sebuah sistem nasional rekam jejak pasien yang dapat merekam seluruh data kesehatan dengan keamanan yang terjamin. Nantinya e-medical record ini akan membutuhkan payung regulasi dan dukungan pemerintah, bukan semata upaya dari pihak swasta semata saja .
Bila seluruh peta jalan berhasil dilakukan dan diimplementasikan oleh Lintasarta, maka mimpi untuk membangun health information exchange di tahun 2019 dapat tercapai.
“Intinya industri kesehatan itu selalu dibutuhkan, apalagi dengan semakin banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya perawatan kesehatan, potensinya besar, meski pesaing kuat, kami tak gentar,” ujar Teddy.
Lintasarta pun mengutip hasil riset International Data Corporation (IDC), berbasis di Amerika Serikat, bahwa di tahun 2015, pengeluaran TIK dalam industri kesehatan di Indonesia, terutama oleh rumah sakit sebesar US$193 juta (Rp2,6 triliun).
Pengeluaran sebesar itu saja, masih masuk dalam golongan ‘balita’ dan masih didominasi untuk pembelian perangkat keras saja.
Sebelumnya, predisi IDC yang dilansir ‘Health Insights 2015’ menyatakan bahwa meski kondisi ekonomi dunia sedang mengalami guncangan dan ketidakpastian, namun biaya untuk perawatan kesehatan semakin meningkat.
Menghadapi hal ini, efisiensi operasional menjadi sangat krusial bagi rumah sakit.Untuk itu rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan perlu memikirkan strategi berbasis data dalam anggaran tahun 2016.
“Didorong oleh tekanan yang semakin meningkat untuk meningkatkan kualitas layanan dan mengatur keuangan, 15 persen rumah sakit akan menciptakan sebuah sistem komprehensif untuk merekam profil pasiennya. Hal ini dilakukan untuk memberikan rencana pengobatan dan perawatan yang lebih personal kepada pasien,” demikian laporan IDC.
Atas dasar potensi dan perkembangan kesehatan digital yang terus melaju inilah, Lintasarta percaya kehadirannya akan mempercepat adopsi TIK dalam industri kesehatan.
Artikel Terkait:
Doctor Gratis Plus, konsultasi kesehatan menggunakan smartphone
Telstra Health announces hospital contract wins in Malaysia, Thailand
80% of smartphone users interested in healthcare alerts: Fico survey
Sunway Medical Centre on digital drive, invests US$3.4mil on IT
Untuk mengakses lebih banyak berita-berita teknologi serta informasi terkini, silahkan ikuti kami di Twitter, LinkedIn or sukai laman kami di Facebook.